Pemilu 2014: Sebuah Catatan

        Pemilu 2014 akan dihelat 12 hari lagi tapi banyak catatan penting yang perlu diperhatikan bersama baik oleh penyelenggara, peserta dan calon pemilih. Masih belum selesainya persoalan surat suara dan Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditemukannya pelanggaran oleh semua partai politik peserta pemilu, masih maraknya kampanye negatif (black campaign) dan makin permisifnya calon pemilih terhadap penggunaan politik uang (money politics).

Mendedah (Temuan) Data

      Menurut informasi terbaru, ada sekitar 2,7 juta surat suara rusak yang tersebar di 301 kabupaten/kota di seluruh Indonesia (JPNN.com, 25/3/2014), ditemukannya 202.280 DPT yang sudah berstatus tidak memenuhi syarat tapi Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) tidak bisa melakukan revisi mengingat secara aturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) belum memberikan rekomendasi soal temuan ini (Jawa Pos, 27/3/2014). Fakta yang menyeruak ini makin membuktikan kekhawatiran penulis mengenai ketidaksiapan KPU dalam menghelat pesta demokrasi yang diharapkan menjadi momentum perbaikan penyelenggaraan dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Menurut data dari Bawaslu, per 26 Maret 2014, dari 12 partai politik peserta pemilu di tingkat nasional, kesemuanya didapati melakukan pelanggaran mulai dari pelanggaraan lalu lintas peserta kampanye, melibatkan anak hingga penggunaan fasilitas negara oleh pejabat pemerintahan. Dari data yang dihimpun Jawa Pos, dipastikan Hanura, PDIP dan Nasdem menempati posisi The Big Three pelanggar kampanye terbanyak (Jawa Pos, 27/3/2014). Ini menunjukkan belum adanya iktikad baik partai politik peserta pemilu untuk menaati aturan. Partai politik dalam melaksanakan kampanye juga masih mengandalkan figur dan artis untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar. Apalagi, pelibatan artis dangdut misalnya, malah menampilkan tarian yang kurang etis ditunjukkan pada peserta kampanye terutama bagi anak-anak yang hadir. Partai politik masih miskin strategi kampanye edukatif sehingga mengambil jalan pintas dengan menampilkan artis (dangdut).
     
        Fakta-fakta di atas kian diperparah dengan masih maraknya penggunaan kampanye hitam terhadap calon-calon pemimpin yang diusung baik oleh elit partai politik, kader maupun simpatisan parpol. Di dunia maya (facebook, twitter), dengan berbekal akun anonim misalnya TrioMacan2000 menyerang sosok Dahlan Iskan sebagai salah satu calon pemimpin potensial dan sedang mengikuti Konvensi Partai Demokrat yang tengah berlangsung. Dahlan Iskan diserang dengan isu korupsi dana bantuan untuk korban bencana alam dan saat menjadi Direktur Utama PLN. Tentu sikap demikian menjadi tidak elok dipertontonkan. Jika memang ada indikasi tentunya bisa langsung dilaporkan ke lembaga anti-rasuah, KPK. Hal serupa juga diterima oleh Prabowo Subianto yang diserang dengan isu pelanggaran HAM dan penculikan aktivis. Jika memang data yang ada benar, bukankah akan menjadi lebih elok jika dilaporkan ke lembaga berwenang, misal Komnas HAM, yang nantinya diharapkan bisa melansir rekam jejak (track record) para calon pemimpin. Indonesia adalah negara hukum dan semestinya semuanya wajib diselesaikan melalui koridor hukum. Jika tidak, bisa menjadi preseden buruk bahwasanya kemerdekaan berbicara yang inheren dengan demokrasi diartikan sebagai bisa menuduh apa saja dan kepada siapa saja. Kebebasan ala Indonesia adalah yang bertanggung jawab sesuai nilai luhur falsafah bangsa, Pancasila.

        Di tingkat akar rumput (grass-root level) ternyata keadaannya tidak lebih baik. Masih banyak calon pemilih yang tidak tahu bahwa Pemilihan Umum untuk memilih wakil mereka di legislatif, akan diselenggarakan pada 9 April 2014. Dari 3 kali survei kami di Jawa Timur sebagai salah satu barometer politik nasional, angkanya berada pada rentang 30%-32,3% dimana angkanya bisa lebih untuk daerah perdesaan. Ini menunjukkan bahwa sosialisasi oleh KPU dan partai politik kurang masif kalau tidak mau dikatakan belum efektif. Bahkan para calon legislatif lebih mengedepankan narsisme diri daripada informatif pada perangkat kampanye yang mereka sebar. Lebih ironisnya, tingkat penerimaan calon pemilih terhadap praktek money politics lumayan besar. Mulai dari strategi diam-diam hingga yang terbuka seperti misalnya membentangkan spanduk Kami Siap Menerima Serangan Fajar. Diksi serangan fajar yang awalnya sangat heroik menjadi sangat peyoratif. Melalui metode multistage random sampling di seluruh Jawa Timur, dengan 2.000 responden per dapil, survei kami menemukan angka rata-rata 60% yang permisif dengan money politics. Miris sekaligus ironis. Bukti kegagalan edukasi politik.

Golput dan Harapan Perbaikan

   Membaca temuan data ini semacam menjadi justifikasi bagi beberapa pihak tentang urgensi menjadi golongan putih (golput). Apakah pilihan menjadi golput bijak dilakukan? Menurut kami, justru tujuan awal menjadikan Pemilu 2014 sebagai momentum menata bangsa ke arah lebih baik menemukan relevansinya. Temuan data dari berbagai lembaga survei bisa menjadi pegangan bahwa asa itu masih ada. Pada era jurnalisme warga (citizen journalism) seperti saat ini, justru kita yang melek politik memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi politik. Tatkala fungsi pencerdasan itu abai dilakukan partai politik, maka tugas kita semua yang melek politik untuk mengambil alih. Masih tersisa 12 hari lagi. Sinergi di antara semua elemen bangsa yang peduli akan nasib negerinya menjadi keniscayaan. Tentu, masih ada calon legislator dan kandidat pemimpin negeri yang memiliki integritas, mengedepankan gagasan daripada menyerang lawan dan tentunya memiliki rekam jejak jelas. Mereka inilah yang harus kita jual kepada rakyat. Sudah saatnya kita menjelma menjadi relawan sejati bukan imitasi. Bergerak karena peduli negeri bukan iming-iming kursi di kemudian hari. Ingatlah pesan Napoleon Bonaparte, Sebuah negeri runtuh bukan karena banyaknya orang jahat, tapi karena diamnya orang baik. Asa itu masih ada. Semoga!

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply