Pernah baca kan kasus Penembakan di Norwegia dimana media barat terburu-buru bilang itu tindakan terorisme dan menuduh pelakunya adalah seorang muslim? tetiba mereka mundur perlahan karena etika jurnalisme mereka kesampingkan karena entah alasan apa memakai diksi “terorisme” dan menuduh pelakunya muslim. Saat pelakunya Anders Behring Breivik mengaku dengan jelas di media kalau ia anti-muslim adakah media dimaksud meminta maaf? Sama seperti saat ini, kasus penembakan 3 imigran resmi, pelajar dan kebetulan Muslim, media Barat bungkam lalu karena ‘kadung’ jadi trending topic (efek positif media sosial) buru-buru mereka mengangkat kasus ini. Masih belum selesai, pihak kepolisian setempat tergesa-gesa mengeluarkan laporan ke media kalau kasusnya karena ‘lahan parkir” tapi setelah orang tuanya menyatakan pelaku penembakan sudah lama melakukan intimidasi dengan ‘berkata kasar‘ alias ‘menghina’ status keagamaan korban, media kembali bungkam dan pihak kepolisian meralat dengan menyatakan “akan melanjutkan investigasi”. jadi kalau tidak diklarifikasi akan dianggap selesai kasusnya? How can it be, Mr Police?

       Dus, yang mesti ditekankan ini adalah pembunuhan berantai (menurut film Criminal Minds, pembunuhan atas 3 orang atau lebih akan dianggap sebagai pembunuhan berantai oleh pihak resmi USA) ini memakan korban kelompok imigran. Kasus imigran selalu sensitif dalam perspektif hubungan suatu negara. Eladalah tanpa masuk apakah itu kemudian menjadi kasus agama, perlahan bukti-bukti dan data di lapangan mengarahkan kita ke sana. Saya memang lebih suka fokus pada isu lebih besarnya: safety bagi imigran dan tentu dengan melihat kasus ini adalah human rights issue. Kalau mengenai apakah di suatu negara data statistiknya mengatakan bahwa pada tiap hari, pekan atau bulan ada penduduk mati karena kasus penembakan lantas melupakan isu besarnya, saya kira juga kurang tepat. Apalagi jika kasusnya setelah dikorek lebih dalam ternyata memang kuat indikasinya sebagai isu agama.

     Ironisnya, media Barat enggan jujur dan proporsional dalam mempublikasikan berita sejenis. Kembali pada isu imigran di negara yang mengklaim paling demokratis, ramah imigran, toleran dan menjunjung tinggi humanisme, maka kita akan diingatkan pada “Kasus Ferguson” dimana ada ketidakadilan dalam mengusut tuntas penembakan pemuda kulit non-putih sehingga memicu kemarahan kaum imigran kulit non-putih. Kerusuhan pun tak terelakkan. Demonstrasi besar-besaran terjadi di banyak tempat terutama dikordinir oleh kaum imigran Afro-Amerika.

     Apakah tulisan ini mau dibaca sebagai apologia, silakan saja. Intinya kita mestilah jujur bahwa media (barat) memang seringkali tak adil menyorot kasus-kasus semacam ini. Ketika salah pun mereka tak jua meminta maaf padahal jelas acapkali ketergesaan tuduhan mereka tanpa dasar dan mengesampingkan etika jurnalistik. Media (barat) beramai-ramai berusaha meredam ekstremisme tapi tindakan mereka baik langsung ataupun tidak malah menyulut ekstremisme karena ketidakadilan dan tidak proporsionalnya mereka dalam memberikan informasi yang berimbang dan tidak ‘asal njeplak’.

TANAH CELURIT EMAS
12 Februari 2015
Pukul 07.36 WIB

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply