Pak Jokowi itu sudah “dipilih” setidaknya sejak 2012. Ada semacam “tim khusus” yang memang mengawal. Ingat Indonesia itu negara besar tidak mungkin Jokowi di’lempar’ ke gelanggang tanpa adanya kawalan. Jikalau 10 bulan terakhir berjalan lambat itu karena adanya kekuatan oligarki parpol yang mengitarinya. Minimal beliau dikitari 3 kekuatan KMP (Kalla, Mega, Paloh).

Sebenarnya secara personal Jokowi itu “genuine”. Jika belum terlihat ada beberapa ALASAN yang mungkin bisa diajukan bukan untuk menjadi dalih semata tetapi lebih pada pembacaan realitas politik yang kemungkinan faktual.

PERTAMA, Jokowi itu “kagok” karena dari kelas walikota lalu menjadi RI-1 dan itu tidak begitu lama waktunya. Maka kesannya dan bisa jadi memang lemah “leadership”nya.

KEDUA, ini yang paling faktual dan bisa divalidasi, kekuatan oligarki parpol belum siap melepaskan cengkeramannya di politik nasional. Jokowi ini bisa jadi memang sebenarnya harus diakui, ada faktor “people power” yang mengantarkannya. Terlepas adanya “cyber team” yang bekerja intinya pertarungan politik selama Pilpres harus diakui pesaingnya kalah karna “cyber team”nya kurang bagus mengelola isu. Politik Aliran ala Clifford Geertz menurut saya sudah ‘obsolete’ tapi entah kenapa malah dipakai sbg bahan kampanye.

KETIGA, kekuatan oligarki parpol inilah yang membuat beberapa ‘kelompok profesional ahli” yang ingin dimasukkan Jokowi tidak terakomodir. Lobi JK, Mega dan Kalla waktu itu begitu kuat. Dalam sebuah kontestasi seorang kandidat yang jadi pastilah punya ‘hutang budi’. Niat awal Jokowi untuk tidak melakukan politik balas budi bisa dilihat dengan dimasukkan “tim dia sendiri” yang beberapa masuk, dan lebih banyak gagal. Saat reshuffle, kekuatan untuk menjaga PMS misalnya sangat kuat makanya dia aman, bahkan AB yang diajukan Jokowi justru kalah dengan DN yang diajukan JK.

KEEMPAT, apa yang dilakukan oleh RR misalnya menurut informasi yang masuk itu “direstui” oleh Jokowi. Maka beberapa menteri dari kekuatan oligarki parpol mulai “gerah” termasuk JK. Jokowi sedang melakukan “test the water” pada semua kekuatan untuk menguji siapa lawan siapa kawan di tengah memanasnya situasi politik yang berimbas pada sektor ekonomi.

KELIMA, inilah mengapa saya yakin kondisi ekonomi kita akan aman walau mengalami turbulensi cukup berarti mengingat kondisi global demikian adanya, dan pemerintahan Joko Widodo akan bisa lepas landas. Banyak pihak memprediksi soal “September Kelabu” padahal Jokowi mengatakan akan ada “September Ceria”. Saya melihatnya masuk RR dengan jurus Rajawali Kepretnya turut membantu Jokowi “memetakan” kekuatan di lingkup internalnya sembari di sisi lain ia juga membangun komunikasi dengan pihak ‘oposisi” apalagi kedua kandidat ini kan pada hakekatnya “tuan”nya sama. Bagi yang jeli tentu paham maksud kalimat ini.

Maka sekarang yang perlu dilakukan adalah bagaimana publik jeli menangkap dan membaca “langkah strategis’ Joko Widodo ini sebagai sebuah manuver politik “senyap” yang khas. Jangan lupa negara kita itu ibarat sebuah perusahaan maka namanya adalah PT NKRI, terlalu ‘mubadzir” dan sangat “diemani” untuk dilepas. Kekuatan global lagi melakukan perang ‘currency” tetapi tujuannya tak lebih bagaimana bisa masuk ke Indonesia lebih kuat lagi. Hal tersebut tengah dimulai. Tokoh-tokoh seperti Ade Armando, Ulil Abshar, Musdah Mulia dan beberapa kawan sebelumnya justru adalah “pion-pion” yang dipakai sebagai bagian dari strategi manajemen isu untuk mengaburkan fokus publik. Maka tak heran, respon publik terhadap kebijakan kenaikan BBM tidak seperti era SBY dulu. Apalagi Jokowi sadar betul kekuatan terakhir yang identik dengan rakyat yakni MAHASIWA tengah menikmati program “NKK/BKK” versi reformasi yang mulai ditanam sejak awal SBY duduk di puncak kekuasaan.

Jika mau jujur, penilaian bahwa SBY turut berperan dalam krisis saat ini tak sepenuhnya keliru. Era pertama SBY itu (krisis ekonomi 2008) pemerintahannya belum melampaui batas normal hutang tapi tidak di era kedua dia. Saya kira publik masih ingat bagaimana “kemenangan” periode kedua SBY justru sangat kontroversial dan dikaitkan dengan makin banyaknya hutang Indonesia di periode kedua SBY memerintah. Jadi mari melihat kasus ini secara lebih holistik agar pemahaman kita lebih komprehensif. Setidaknya melakukan penilaian pada Jokowi lebih objektif daripada karena ‘nostalgia” kampanye tahun lalu.

Di luar hiruk-pikuk yang ada dan kesannnya ‪#‎AkuRapopo‬ dari sosok Joko Widodo itu, sebetulnya beliau jeli dan cermat mengamati dan cenderung ‘serampangan” melalukan strategi bukan tanpa persiapan. Itu bagi saya hanya sekedar ‘muslihat” agar darinya beliau bisa memilah dan pada akhirnya memilih. Ingat masih ada momentum 1 Tahun Jokowi-JK dan jangan terkejut misal akan ada pemain yang masuk dan keluar (lagi).

Jika sekarang pemerintahan Jokowi-JK dan dibantu permainan opini dari Ade Armando and team, cobalah baca dengan lebih cermat. Jokowi saat ini sadar, kebijakan hutang di 8 bulan awal dia memerintah jelas keliru, maka sekarang dengan masuknya RR muncul wacana dan kemungkinan akan digulirkan sebagai sebuah kebijakan adalah pemanfaatan dana pensiun dan dana abadi umat milik calon jamaah haji. Mari kawan kita mencoba berpikir positif, jika Kemenag dianggap sebagai salah satu lembaga kementerian terkorup karena dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan ibadah haji yang selalu ‘bermasalah” maka upaya menjadikan Dana Abadi Umat itu ke dalam proyek infrastruktur artinya kita membiayai bersama pembangunan infrastruktur nasional kita mengingat hutang sudah tidak boleh. Bukankah jurus hutang Jokowi banyak kita kritik dan tentang.

Dana pensiun dan Dana Abadi Umat itu jika dialihkan ke proyek infratruktur kita bukankah hal positif? Tinggal diatur saja bagaimana mekanismenya, diskusi dengan MUI Muhammadiyah NU dan lembaga lainnya untuk penggunaannya. Jadi pemilik nantinya tetap akan menerima manfaat dari penggunaan dana mereka. Sekarang kita tanyalah selama ini dana abadi umat itu disimpan dimana? Bunga simpanannya berapa diapakan dan dibawa kemana? Belum lagi bisnis umroh dan haji ini agar sebuah perusahaan bisa memberangkatkan jamaah sendiri dan atas namanya sendiri minimal taruh dana 1 miliar per lembaga. Bayangkan ada berapa lembaga yang hidup dari bisnis ini dan berapa dana “menganggur’ itu tersimpan rapi tentu bukan tanpa “hasil’ karena tidak mungkin naruh duit di bank tetap kan?

Apalagi mulai September 2015 ini, tahapan Pilkada Serentak yang akan dihelat di penghujung tahun akan mulai menggerakkan ekonomi real kita dan menyentuh hampir semua sektor. Saya bisa saja mengambil banyak peran tapi lebih memilih fokus pada riset “sospolek” yang lain setidaknya demi menjaga idealitas (masih ada ya? smile emoticon ).

Maka jika ada pihak mencoba membangun optimisme mari kita sambut dan tentunya tanpa menghilangkan kritik objektif nan konstruktif kita pada pemerintaha yang tengah berjalan. Artikel sederhana ini hanyalah sebuah pembacaan atas sosok dan sekaligus pemerintahan Jokowi. Kritik saya teap jalan tapi jika saya menemukan “sisi pembacaan berbeda” mengapa tidak saya bagikan, setidaknya melepaskan kepenatan di otak dan sekaligus membangun diskusi bersama jamaah fesbukiyah sekalian.

MATARAM,
30 Agustus 2015
Pkl 09.15

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply