Dalam menjalani hidup sebagai muslim saya berpedoman pada wejangan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa kita kurang lebih seperti ini: jika engkau melihat sesuatu yang “tidak baik” maka lakukan sesuatu agar menjadi “baik” minimal engkau meniatkan dalam hatimu, engkau memberi tahu melalui (tu)lisan atau jika memiliki kekuasaan atau power maka pakailah itu.

      Sengaja saya memberi tanda petik mengingat ia akan dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Tentu tulisan ini mengacu pada apa yang saya maknai sebagai baik dan tidak baik. Baik dalam hemat saya adalah kesesuaian antara ucapan dan perilaku kita dengan petunjukNya sebagaimana dalam kumpulan firmanNya dan sabda NabiNya, Muhammad SAW. Tapi bagi orang lain dan juga anda pembaca sekalian, akan berbeda standar mengenai apa itu baik dan tidak baik dengan saya pribadi. It’s okay.

           Seringkali kita (atau hanya saya saja mungkin) melihat sesuatu yang dalam benak kita terdapat ‘ketidaksesuaian’ lalu kita ngomong langsung, mencegah dengan tangan atau biasanya menuliskannya terutama di era media sosial maka ‘ketidaksesuaian’ yang kita temui itu diungkapkan melalui akun kita. Yah, akhir-akhir ini dunia maya sejak kemunculan media sosial menjadi semakin riuh tanpa kontrol. Saking riuhnya banyak ‘aktivitas’ di media sosial yang semula menjadi wahana meluapkan ekspresi dalam beragam bentuk justru berakibat fatal karena seringkali berujung di ranah hukum.

                  Ada argumentasi menarik dari setiap kasus hukum yang bermula dari media sosial yakni postingan mereka adalah bentuk meluapkan uneg-uneg dan wujud menunjukkan adanya ‘ketidaksesuaian’ antara aspek diskursus (aturan, UU, informasi sebelumnya) dengan ranah praksis (yang sedang mereka saksikan). Dulu pernah ada kasus yang menjadi preseden yakni seorang wanita bernama Prita Mulyasari yang ‘curhat’ pada temannya terkait layanan sebuah rumah sakit swasta bertaraf (atau bertarif?) internasional melalui mailist sehingga diperkarakan pihak rumah sakit. Ada pula kasus seorang mahasiswa dari kampus ternama di Indonesia yang ‘disidang’ oleh para dosen karena curhat mengenai karakter seorang dosen dalam mengajar. Masih segar dalam ingatan kita, seorang karyawan pedagang sate ditangkap polisi karena dianggap melakukan ‘penghinaan’ kepada pejabat penting negara dengan memposting gambar ‘tidak etis’.

          Saat kita melihat sebuah ‘ketidaksesuaian’ dan ingin mengekspresikannya, tentu sah-sah saja dan tidak menjadi masalah. Problem bisa jadi muncul saat kita lupa bahwa dunia maya sama saja dengan dunia nyata. Ia memiliki aturan-aturan tertentu baik tertulis maupun tidak, yang bila kita tak peduli akan berakhir ‘tidak baik’. Kebebasan berekspresi termasuk keinginan menyampaikan bahwa sedang terjadi ‘ketidaksesuaian’ mestilah memperhatikan etika dan estetika. Etika lebih pada acuan terhadap ‘aturan’ sedangkan estetika lebih pada kepantasan baik wujud ekspresi maupun pilihan diksi.

           Pepatah lama mengatakan mulutmu harimaumu tapi di era media sosial seperti sekarang ini hal tersebut telah mengalami perluasan makna. Sepertinya akan lebih cocok menjadi “Postingan-mu adalah harimau-mu”. Dus, bijaklah dalam berinteraksi terutama di media sosial walaupun itu adalah akun milik anda pribadi. Kalau boleh memberi tips, belajarlah sastra karena dari sana, kita bisa belajar mengenai cara meramu kata yang estetis tanpa menyinggung. Cara kedua jika memang tidak berjiwa ‘nyastra’ jangan pernah sekalipun menuliskan nama, lembaga atau pihak terkait apalagi secara lengkap nan jelas. Kita bisa memakai perumpamaan atau model satirisme agar uneg-uneg bisa diekspresikan, pesan tersampaikan dan kita pun tetap (ny)aman.

             Semangat beraktivitas di dunia maya dan perhatikan ‘rambu-rambu lalu lintas’nya agar kita bisa tetap (ny)aman di dalamnya.

Perpustakaan Kota Surabaya,

27 Desember 2014 pkl 15.00 wib

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply