Saya hanya sempat kecewa dengan Romo Magnis saat terlalu ‘masuk’ dalam pusaran politik kekuasaan Pilpres silam dan akhirnya saya gembira beliau kembali pada ‘track’nya yang kemudian menyatakan tidak butuh waktu lama bagi Jokowi untuk menunjukkan pada kita semua bahwa ia juga politisi yang sama-sama ‘haus’ kekuasaan. Alhamdulillah saya sadar itu sejak awal bahkan sebelum diajukan jadi gubernur. Sekarang kita memahami bahwa yang dimaksud Jokowi sebagai ‘subsidi’ tepat sasaran adalah menempelkan rate harga BBM pada mekanisme pasar. Kalau pemerintahan SBY tidak membuka terang-terangan bahwa nafasnya ‘Neolib’ eh pemerintahan Jokowi justru blak-blakan mengatakan bahwa ia ‘neolib’ berwajah merakyat. Berbekal harga sepatu IDR 160.000 dan kemeja putih IDR 100.000, kini sekarang kita kembalikan, masih memujanya tanpa mau dikoreksi atau keukeuh membela akan membangun ini itu.

Jujur, saudara sekalian. Jika pemerintah mau membangun ini itu memang tugasnya. Ini baru dua bulan lebih beberapa hari, bagaimana jika dua tahun? Apakah masih berkutat pada argumen kami yang memberikan ‘koreksi’ dalam pemahaman kami ini sebagai yang ‘susah move on’ atau antek KMP? Lalu dengan dalih itu anda akan bangga mendukung petugas ‘pasar’ tanpa sedikitpun memberi masukan/koreksi? Coba kita perhatikan dengan seksama bagaimana ‘manuver’ beragam pembantu presiden, jika tidak hingar bingar depan media, melempar isu maka meralatnya karena respon publik diluar ekspektasi.

Anda bayangkan saja, adakah klarifikasi dari pemerintah mengapa di November membuat kebijakan harga komoditas BBM menjadi IDR 8.500 dari sebelumnya IDR 6.500 jika tahun ini justru dikoreksi menuruti kehendak ‘invisible hand’? Selisih 2000 hingga kebijakan ‘diralat’ sesuai mekanisme pasar belum dijelaskan ‘lari’nya kemana kecuali dengan penjelasan ‘akan’ dan ‘akan’. Kami hanya melihat yang sudah dijalankan bukan yang akan karena Jokowi dari dulu dalihnya selalu ‘akan’ dan ‘akan’ dan ternyata tidak terbukti. Apa perlu didaftar sejumlah dalih ‘akan’nya yang kemudian tak terbukti. Lalu dengan argumen tanpa dasar para lovers memakai alasan bahwa kami belum move on dan antek KMP. Seolah saat Pilpres hanya ada dua pilihan dan saat ini juga dua pilihan. Lovers lupa atau pura-pura lupa, selisih pemilih Jokowi dan kompetitornya dan golput tidak jauh berbeda. Jadi silakan cari argumen lain lah.

Mohon maaf, ini bukan bentuk benci atau tidak suka. Tapi kami merasa perlu melakukan ‘sesuatu’ untuk mengingatkan walau sekedar ‘coretan kecil’ di media sosial. Setidaknya gaungnya akan lebih besar daripada disimpan di laptop sendiri. Entahlah.  #SekedarBerbagi

Tanah Celurit Emas,

1 Januari 2015

pkl 12.57 wib

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply