old-books-scribe-pen

Di siang yang terik. Ada pesan menyapa. Nama baru dari seberang sana. Tanah leluhur. Tanah kelahiran. Singkat cerita, Sang Kekasih menakdirkan kembali menyapa ‘tanah air’ dan ‘tanah garam’, Madura. Periodik. Menggelitik. Pada 2012 silam pertama kali bersua, bersilaturahim dan berbagi sedikit ilmu pemberianNya tentang ‘Creative Writing’. Pada 2014 untuk perhelatan pesta demokrasi melakukan safari hasil riset dari Bumi Sakera hingga Tanah Potre Koneng.

Kini, 2 tahun berselang. Madura memanggilku kembali. Cintanya tak jua pudar walau diri acap lupa. Kesibukan di tanah rantau kerap membuatku ‘berselingkuh’ dengan waktu dan kesempatan hingga kecantikan Madura terabaikan. Tapi Sang Kekasih selalu Maha Paham. Madura selalu menyimpan rindu tak terperi. Cintanya menyapa dengan beragam cara, pada kekasih yang seringkali mengkhianati ini.

Kembali pada Kota Santri. To be honest, lokasi belum kusadari. Hanya nama diberi. Kali ini aku harus berbagi materi. Jika dulu menyebutnya penulisan kreatif maka kini dengan kurang bahasa lebih aduhai semlohai “How To Create Hypnotized Content(s)?“. Duh Gusteh Pangeran, topik ini terlalu berat kusandang. Jika bukan karena jawaban ‘InsyaAllah” telah terlontar mungkin lebih pas jika diri menjadi peserta dan duduk di pojok kiri sembari menyaksikan aksi pemateri yang kerap menggelitik diri. Materi bernas memendar. Dari mereka mata jadi nanar. Menyeruakkan gairah menimba ilmu. Begitulah diri. Setia menjadi ‘santri’ walau dari kumpulannya tak dilirik lagi.

Serius sekali diri mematung sekian lama. Merenungkan. Berkontemplasi. Gerangan materi apa yang mesti dibagi? Bagaimana jika diri gugup tatkala berdiri? Bagaimana jika diri justru mematung tanpa materi? Saat kuliah di Universitas Airlangga dulu, diri terbiasa presentasi tapi ini sudah lama cukup lama tak tampilkan diri.

Menatap wajah penuh passion para peserta dimana kerap diminta unjuk diri, tak selalu sukses terkendali. Bagi diri, setiap insan adalah guru pemberi ‘ilmi, setiap tempat adalah sekolah tempat mengasah kualitas diri. Maka pembuka diri buat dengan mengutip mantra sakti dari esais ternama luar negeri, Earl Nightingale. Guru ‘idelogis’ diri ini menyatakan bahwa “the strangest secret in the world is that you become what you think about”. Guru satu ini mengingatkan saya pada pesan Sang Nabi dalam Hadist Qudsi yang telah diri hafalkan dalam terjemahan karena begitu sucinya titah Ilahi, “Aku (Allah SWT) sesuai dengan persangkaan hambaKu”.

Pesan magis Sang Nabi itu tetiba mendatangkan memori. Diri pernah mengaji. Di langgar Kota Santri ini. Dalam kumpulan titahNya dalam Kitab Suci dan hampir dihafal penduduk negeri,”Jika Allah berkehendak, maka hanya bertitah JADI maka terjadilah!” Ia termaktub dalam Surah Yasiin padaayat 82. Sungguh guru walau dari negeri nun jauh disana itu mampu menghipnotis diri. Meyakini kemampuan imaji. Diri selalu memahami bahwa Sang Nabi pun berpesan bahwa hikmah bisa ditemukan dimana dan pada siapa saja. Sebagai umatnya, diri mematuhi. tak berpusing diri. Hikmah selama ini memang diri cari.

Pesan ini menunjukkan betapa imaji berperan besar dalam mengasah kemampuan diri.
Pesan ini menunjukkan betapa imaji berperan besar dalam mengasah kemampuan diri.

Mengapa ini penting menjadi pembuka materi sebagai bahan diskusi? Karena menulis itu seni menuangkan pikir(an) hasil “pengunduhan” akan teks-teks kehidupan diri. Bagaimana proses donwloading itu mampu menghasilkan tulisan yang tak hanya kreatif melainkan mampu menghentak kesadaran pembaca? Kuncinya ada pada literasi. Yah, membaca merupakan satu kesatuan jika ingin menjadi penulis dengan karya bersubstansi. Tidakkah kita telah disapa Sang Kekasih dengan ajakan penuh asih,”Bacalah!”.

Bahkan titah itu dilengkapi dengan ajakan to think dalam kalimat ,”Dengan menyebut nama Tuhanmu yang (Maha) Menciptakan”. Kata Rabb bukan lafdhzul jalalah lalu manusia yang jauh dari pendaran cahayaNya diajak menyebut nama PenciptaNya. Siapakah gerangan Pencipta itu, tentulah menjadi kasak-kusuk. Ini adalah tanda. Ini sign yang mesti dipikirkan. Yah kerja. Berpikir. Hingga hanya dengan Panca-Ayat itu, Sang Kekasih hendak meminta diri dan anda ini untuk melakukan pembacaan (reading) lalu melanjutkannya dengan berkontemplasi, berpikir (thinking) hingga kelima “Sapaan” dariNya ditindaklanjuti dengan ajakan mesra, “Yang Mengajarkan manusia dengan perantaraan qalam (pena)”. Apa maknanya bagi diri? Bahwa proses reading dan thinking yang telah dilakukan jangan berhenti. Mesti mewujud. Bagaimana cara? Kata qalam atau pena menjadi kunci. Diri diminta untuk berkarya, menulis (writing).

Maka ada 3 hal yang kerap dilupakan oleh diri bahwa Sang Ilahi mengajak diri untuk menjadikan reading, thinking dan writing menjadi kultur sehari-hari. Bukankah kita mengenal jalan kebenaran ini melalui merah saganya syuhada’ dan hitam pekatnyatinta dari pena ulama’?

Trisula Kerja ini kunci menjadi penulis (kreatif).
Trisula Kerja ini kunci menjadi penulis (kreatif).

Ketika ketiga kunci itu kita nurture-kan maka ia akan menjadi culture hingga kualitas diri akan terasah. Disepuh. Hingga pada akhirnya untuk menghasilkan karya tulisan yang merupakan “an incredibly shitty content(s)” bukanlah perkara sulit. Ia hanya membutuhkan kesabaran diri untuk senantiasa berproses hingga terbentuk jati diri.

Karenanya, pesan diri menjadi penulis itu adalah soal bagaimana meningkatkan kualiti dengan memperbanyak referensi, menaikkan intensitas berdiskusi dan berbagi yang akan berujung didapatinya substansi demi substansi tanpa harus menjadi kontroversi.

*Disampaikan Dalam Semi-Workshop #RoadBlog10Cities Madura kerjasama antara EXCITE dan Komunitas Nak-Kanak Blogger Plat-M dengan sponsor Pegadaian, Traveloka dan Sensor Film Indonesia pada Minggu, 27 Maret 2016 di Gedung PKPN Bangkalan, Madura.

*Disclaimer: Picture(s) are taken by downloading through www.google.com and they maybe subject to copyright.

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

7 thoughts on “Literasi dan Titah Ilahi”

Leave a Reply