Belum lama ini saya menyaksikan beberapa film televisi di dua TV nasional. Saya agak terkejut dengan diamnya KPI terhadap bagaimana konten film tersebut dan mengapa bisa lolos. Bukan karena isinya tidak senonoh atau bagaimana tapi sangat tidak mendidik dan seolah mendiskreditkan dunia pendidikan khususnya guru/dosen.

Ada beberapa judul dan mari kita cek secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Ada film TV untuk menghindari istilah sinetron berjudul “High School Love Story” entah kenapa saat tahu pertama bagi saya itu seperti sinetron berkualitas lama yaitu “Gita Cinta SMA”. isinya sebuah SMA bernama Archipelago dengan entah kenapa saya tidak melihat adanya ‘sistem sekolah pada umumnya”. Tidak dihormatinya guru, isinya bentak-bentak dan powerful seolah dia yang punya wewenang mengeluarkan/memasukkan seorang murid/siswa di sekolahnya. Dandan lebih mirip dukun daripada guru tapi dibuat seolah ‘stylish’ dan ‘fashionable’. Dalam satu episode, membuat kebijakan hanya karena laporan bukan investigasi. Selebihnya di sekolah itu tak ada guru lain kecuali dalam sayu ‘scene’ ada kepsek laki-laki dan setelah itu tidak ada. Dari segi kuantitas muridnya terlihat itu sekolah hanya terdiri dari 30an anak. Tak ada lainnya.

Isinya hanya soal persaingan dua sekolah yang menghalalkan segala cara dimana bisa masuk seenaknya sendiri satu sama lain. Seolah tak ada sistem pengaman di dalamnya. Penonton diajari, kalian bisa mewujudkan cita-cita apapun caranya. Guru yang dipanggil “Miss….” artinya belum menikah(?) yang dikesankan bengis tapi cara menggambarkannya seolah tak ada maruah guru di hadapan murid.

Acara berikutnya si Madun. Entah ini acara sulap dengan modal bola atau bagaimana, di episode awal sempat memasukkan Okto Maniani di awal dengan aktingnya sekenanya, hampir semua isinya bule/indo. Hampir mirip soal bagaimana sistem sekolah dan guru digambarkan. Tak ada gambaran bagaimana sistem sekolah dan tak ada maruah guru di dalamnya. mayoritas muridnya bule/indo sehingga ini seperti apa tujuannya juga gak jelas. Tiap hari isinya dengan visualisasi seadanya main bola satu sama lain mirip main sulap atau mistis. Lebih mirip ‘free styling’ daripada mengajari penonton cara bermain bola atau bagaimana sikap seorang atlet, malah tiap hari isinya berkelahi dengan senjata utama bola.

Berikutnya lagi “Pangeran” dan “Samson”, hampir sama. Males dijelasin semuanya. Pokoknya dari awal sampai sekarang gak nyambung isinya. Sekenanya dan ikuti momen pasar. Gak jelas kemana arahnya. Apa ini bukti masyarakat kita kurang bisa berpikir runtut dan runut? Entahlah.

Titik kuncinya, mistisisme lebih dominan, tidak masuk akalnya jalan cerita, sekolah/kampus sekedar latar tanpa adanya edukasi kepada penonton, tidak ada maruahnya seorang guru, guru digambarkan galak/bengis dan gambaran peyoratif lainnya. Unsur pendidikannya jelas tidak saya temukan dan selalu dipenuhi unsur violence.

Nah, ironisnya kemana KPI? Kok cuman urusan bid’ah dia teriak dan mengatakan sudah singgung agama (lah dipikir acara keagamaan klo gak nyingung agama mau nyinggu apa? Hadeuh), eh giliran seperti ini kemana.

Ini belum di TV milik si HT, ada Harimau dan Rajawali. Model dengan pakaian modis dan stylish hidup di tengah hutan. Sudah serba membingungkan dan belum lagi Tukang Haji Naik Bubur yang kian tak jelas apa hubungan judul dengan jalan ceritanya yang hingga sekarang menjadi film televisi terpanjang episodenya dalam sejarah industri perfilman tanah air. Ini belum lagi jika saya buka TV lainnya yang isinya bullying dan lelucon tak cerdas milik grup Raffi dkk. Entahlah, jika isi TV kita seperti ini semua dan kebanyakan ada di momen ‘prime time’ dimana otak sudah mulai lelah dan akhirnya ‘penetrasi produk TV’ tersebut perlahan tapi pasti memasuki alam bawah sadar dan akhirnya dampaknya bisa dilihat bagaimana generasi muda kita saat ini melalui berita di media sosial yang berseliweran. Astahghfirullah. KPI, kami menunggu aksimu? Yah aksimu, sayang. ‪#‎SekedarBerbagi‬

MATARAM,
13 September 2015
pkl 21.01

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply