Hari ini kita telah dengan lancar, damai dan sukses menyelenggarakan pesta demokrasi. Beberapa daerah juga masih belum melaksanakan pemilihan legislatif bahkan di 10 daerah kota/kabupaten di Jawa Timur masih harus melaksanakan pemungutan suara ulang mengingat ada masalah di surat suara. Tapi malam ini, setidak 6 lembaga survei nasional sudah melansir hasil Quick Count atau hitung cepat untuk memprediksi hasil pemilihan legislatif dengan hasil sementara PDIP di peringkat pertama, Golkar mengikuti di posisi kedua, Gerindra dan Demokrat di ketiga dan keempat. Prediksi menakjubkan adalah merangseknya PKB dan PAN menggeser posisi PKS menurut hasil hitung cepat tersebut dikomparasikan dengan hasil Pileg 2009.

Tetapi sebelum kita jauh menikmati hasil proses berdemokrasi kita yang kian matang walau usia reformasi baru 15 tahun, ada beberapa catatan yang mesti kita angkat agar tidak menimbulkan pertanyaan di kemudian hari. Hal terpenting Quick Count atau dalam politik kita mengenal sebagai Exit Poll adalah baru prediksi dan bersifat sementara sehingga bukan hasil final dan tentu tidak resmi. Hasil final dan resmi harus menunggu lansiran resmi penyelenggara pesta demokrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dari 6 lembaga survei yang mengadakan Quick Count perlu diketahui hanya memakai sampel sekitar 2000 TPS dari total 545.803 TPS nasional. Tentu kita menunggu dalam tiap lansiran di media nasional keenam lembaga ini menjelaskan tentang detail metodologinya agar sekaligus menjadi pencerdasan bagi publik. Artinya apa? Sampel 2000 secara nasional di 33 provinsi di seluruh Indonesia ini tidaklah mewakili keseluruhan populasi yang menjadi objek riset. Metode Multistage Random Sampling memang lebih aman karena pengambilan sampel secara acak lebih bisa membuat periset ‘terhindar’ dari unsur subjektivitas. Apalagi suara hasil Pileg inipun belumlah lagi dikonversi menjadi kursi.

Hasil perolehan kursi pun akan berbeda tergantung persebaran suara parpol tersebut secara nasional. Daerah mana saja penyumbang suara parpol jelas akan berpengaruh pada hasil perolehan kursi di parlemen. Sebagai contoh PKB melejit hasil suaranya tetapi catatan pentingnya, suara terbesar PKB masih disumbang dari Jawa Timur sebagai basis nahdliyin yang memang identik dengan parpol yang dibentuk oleh elit ormas Nahdlatul Ulama ini. Kita mafhum bahwa ‘harga kursi’ di Jawa Timur ini mahal sehingga suara besar tidak selalu berbanding lurus dengan perolehan kursi di parlemen. Maka ini jelas sama seperti misal komparasi suara PAN dan PKS pada 2009 dimana hasil Pileg 2009 (di Jawa) PAN di atas PKS tapi perolehan kursi di parlemen dari PAN lebih sedikit dari PKS. Nah pada Pileg 2014 inilah yang akan dialami oleh PKB, perolehan kursi PKS jelas akan lebih banyak dari PKB di parlemen.

Apa konsekuensi hasil suara Pileg dengan perolehan kursi di parlemen hasil konversi? Ini akan mempengaruhi Parliamentary Threshold (PT) dan tren koalisi untuk menghadapi Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 mendatang.

Tapi ada satu hal yang menjadi kekhawatiran saya, apa yang dilakukan oleh 6 lembaga survei ini dan publikasi media yang begitu masif akan membentuk opini publik bahwa itulah ‘hasil resmi’ Pileg 2014. Padahal hasil resmi dari KPU bisa jadi berbeda. Mari ambil kasus Pilgub Jatim 2008. Hampir semua lembaga survei yang melakuakn hitung cepat memprediksi bahwa pasangan Khofifah-Mudjiono (Kaji) sebagai pemenang tapi hasil rilis KPU Jatim justru memenangkan Pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Ini yang saya kira penting pimpinan lembaga survei dan lansiran/publikasi media menekankan penjelasan detail metodologinya. Ini juga sekaligus  bisa menjadi bahan edukatif bagi publik yang menikmati publikasi. Dus, publik bisa memahami jikalau nantinya lansiran hasil resmi KPU bisa juga berbeda sehingga mereka bisa memaklumi dan tidak dimanfaatkan oleh mereka yang punya ‘kepentingan’ untuk menimbulkan ‘kekacauan’. Beberapa kasus pilkada di seluruh Indonesia selama beberapa tahun ke belakangan adalah contoh nyata.

Maka yang terpenting ke depan adalah menjaga soliditas kader dan simpatisan serta pengamanan suara parpol hasil prediksi tersebut yang sekali lagi bisa berbeda. Peta koalisi pun masih belum jelas kemana arahnya. Dalam politik semua serba mungkin. Sama dengan sepakbola. Bahkan prediksi bahwa PBB dan PKPI yang memang sejak awal survei sebelum Pileg berlangsung akan gugur dan tidak bisa melenggang ke parlemen di Senayan masih memiliki kemungkinan itu. Beberapa jam setelah pembukaan TPS untuk mencoblos misalnya sudah muncul banyak berita terkait keberpihakan beberapa panitia penyelenggara pemilihan terhadap parpol atau caleg tertentu. Kultur semacam ini kalau kita jeli mengamati dalam tiap pesta demokrasi yang ada baik nasional maupun daerah yang diselenggarakan selalu ditemukan. Para ‘broker suara’ inilah yang sebenarnya berbahaya dan bisa menjadi trigger munculnya konflik karena publik bisa beranggapan bahkan digiring untuk menyatakan bahwa penyelenggaraan penuh dengan kecurangan.

Saya kira itu dulu yang bisa saya bagikan dan tentu sekali lagi ini adalah analisa pribadi dan tak ada hubungannya dengan tempat dimana saya bekerja. Terbuka pula untul dikritik. Catatan lain mungkin saja muncul di kemudian hari dengan analisa berbeda mengingat dinamika politik itu sangat fluktuatif. Selamat kepada pemenang (sementara) dan mudah-mudahan KPU tetap independen sesuai dengan aturan berlaku bekerja hingga hasil resmi diumumkan dalam beberapa minggu ke depan. Jaga kelancaran, kesuksesan dan tentunya kedamaian yang ada dan jangan biarkan para ‘broker’ merusaknya. Kualitas demokrasi sangat ditentukan tidak hanya pemilih, peserta atau penyelenggaranya, melainkan ketiganya. Pesta sudah dilaksanakan, saatnya kita kembali pada realitas bahwa bangsa dan negara kita masih penuh problematika. Tak perlu saling ‘sindir’ atau ‘serang’ hanya dengan modal hasil quick count yang masih hanya berupa prediksi semata. Selamat beristirahat dengan tetap memasang kewaspadaan penuh agar kedamaian terus terjaga.

#SalamAKUBISA #ProgramODOA

Warung Giras Ijo, 10 April 2014

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply