Gebrakan Generasi Muslim Masa Depan(1)

Bustomi Menggugat(2)

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dialah yang telah menciptakanmanusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhan kamulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia menulis (dengan qalam atau pena). Dia mengajarkan kepada manusia, apa yang tidak diketahuinya.” (TQ.S Al-Alaq: 1-5)
“Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati dengan kesabaran.” (TQ.S Al-Asr: 1-3)
“Apabila Dia menghendaki sesuatu cukuplah berkata “Jadilah” maka terjadilah sesuatu itu.” (TQ.S Yasiin: 82)

 Sebuah Pengantar

   Topik artikel ini saya jadikan judul karena berniat sekalian hendak menjadikannya bahan presentasi untuk sebuah undangan mengisi acara di sebuah kampus di Surabaya. Kebetulan beririsan dengan program saya yang dilansir beberapa bulan belakangan ini, Program #ODOA yakni One Day One Article. Masih segar dalam ingatan kita beberapa bulan silam ada program yang digagas sebagian tokoh masyarakat dan dirilis pertama kali di Masjid Istiqlal serta melibatkan ratusan artis yang juga menjadi bagian di dalamnya. Saya tidak bermaksud untuk tidak setuju dengan program itu tetapi mengingat titah Tuhan pertama kali yang turun adalah perintah membaca dan menulis. Setelah saya telusuri perlu kiranya melengkapi program bagus tersebut dengan follow up yang mampu menjadikannya lebih sempurna, program menulis. Katakanlah topik dari panitia yang diberikan ke saya ini mengandung kata “gebrakan”(3) , maka bisa jadikan ini adalah dua gebrakan ‘baru’: membaca dan menulis. Saya tidak akan mengatakan ini baru an sich, mengingat ini sudah ada sejak kurang lebih1.400 tahun yang lalu. Hanya memang ‘lagak’nya manusia menyebutnya baru. Sesuatu yang aneh tapi begitulah realitasnya. Entah pura-pura lupa atau memang benar-benar tidak ingat sama sekali. Bahkan bisa jadi karena memang tidak pernah dibaca.
Merujuk pada penggunaan kata ‘gebrakan’ dari panitia ini, maka sebagai muslim tepatnya peserta sebagai mahasiswa baru akankah senantiasa melakukan ‘sesuatu yang baru dan tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya?’. Bagaimana kita mesti membaca, menganalisa dan menuliskan kaitan antara gebrakan, generasi muslim dan masa depan ini? Gebrakan adalah kata kerja intransitif yang artinya menunjukkan bahwa judul di atas seharusnya mengajak muslim masa kini aktif, kreatif dan inovatif sehingga bisa memenuhi tuntutan menjadi generasi masa depan. Jika mahasiswa adalah muslim masa kini dan diharapkan pasca kehidupan di kampus bisa menjadi generasi muslim masa depan maka proses pemenuhan syarat mestilah bisa nampak terlihat saat menyandang gelar maha-siswa. Ada perbedaan mencolok antara siswa dan maha-siswa ini, meskipun saat masa OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) menunjukkan bahwa justru siswa lama bertemu siswa baru hatta tempat kejadian perkara disebut kampus. Saya kira tidak perlu mengurai satu per satu ‘ketidak-ajegan’ selama masa OSPEK dengan konsepsi yang hendak diimplementasikan tersebut.

Kita Perlu Peta Kehidupan
Sekarang kita masuk pada, apa yang seharusnya menjadi panduan atau pedoman maha-siswa muslim masa kini agar bisa menjadi generasi masa depan. Semacam peta agar tak tersesat saat berjalan. Walau sebenarnya konsep ‘masa depan’ ini pun masih abstrak dan misterius tapi baiklah kita sepakati bahwa masa depan adalah masa setelah masa kini. Kita haruslah jujur yang pasti memang hanya ‘masa kini’ sedangkan masa lalu adalah histori dan masa depan itu misteri. Sebagai muslim maka kita hanya punya dua pedoman yang akan menjamin kita bisa sukses antara masa kini (kehidupan dunia) dengan masa depan (kehidupan akherat). Dua pedoman tersebut adalah Al-Quran dan As-Sunnah(4) merujuk pada Hadist Shahih yang jika diterjemahkan seperti berikut ini:
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan ‘tersesat’ selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran) dan Sunah Rasul-Nya.” (THR. Malik, Hakim, Ibnu Nashr dan Ibnu Hazm)

   Jika hendak melakukan gebrakan, menelurkan kreativitas dan melahirkan inovasi, maka selaras dengan titah Tuhan yang pertama pertama kali yang harus kita lakukan adalah membaca. Rangkaian lima ayat dari firman Tuhan itu memenuhi 3 unsur kaidah ilmiah yang biasanya diajarkan di institusi formal bernama kampus yakni membaca, menganalisa dan menulis.

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dialah yang telah menciptakanmanusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhan kamulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia menulis (dengan qalam atau pena). Dia mengajarkan kepada manusia, apa yang tidak diketahuinya.” (TQ.S Al-Alaq: 1-5)

Mengaji vs Mengkaji
Ironisnya, kemunduran umat Islam ditandai dengan menghilangnya daya analitik dan kemampuan menulisnya. Mereka lupa peradaban Islam dibangun di atas dua warna yakni hitamnya tinta ulama dan merahnya darah syuhada’. Bahkan proses membacanya saja tak tuntas atau sekedar membaca an sich tanpa adanya elaborasi lebih jauh dan analisanya yang mendalam. Maka kita saat ini kesulitan menemukan karya masterpiece dari kalangan umat Islam apalagi generasi mudanya, maha-siswanya. Apakah kemudian kita, umat Islam, termasuk orang yang merugi atau malah celaka?

      Jika mendasarkan pada bagaimana reportase tentang sabda Nabi Muhammad SAW, maka kondisi saat ini bisa dikatakan umat Islam adalah golongan yang celaka bukan sekedar merugi. Maka tak ayal jika penyumbang angka kemiskinan terbesar dari umat Islam, jumlah koruptor terbanyak umat Islam dan peraih nobel dunia paling sedikit adalah dari kalangan umat Islam. Kita malah ‘tersesat’ di jalan yang benar. Mengapa? Esensi titah Tuhan yang pertama kali turun hanya berhenti di pelafalan semata tidak dielaborasi menjadi pengkajian apalagi penulisan karya. Masyarakat muslim saat ini penuh hidupnya dengan ‘pengajian’ bukan pengkajian. Senada dengan hal ini, aktivitas dakwah di kampus pun setali tiga uang. Bagaimana kita melihat kegiatan atau program dakwah di kampus pun berkutat pada pengajian bukan pengkajian.
Jika pada pengkajian lebih dikedepankan daya nalar kritis dan analisa tajam sehingga mau tidak mau harus melahirkan tulisan maka pada pengajian hanya mendepankan audio-visual dan setelahnya usai. Tidak ada artikel, buku atau kitab bahkan alat tulis hatta memakai smartphone mereka untuk mendokumentasikan sebagaimana pesan Al-Imam Syafi’i, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Dus, mengharapkan adanya gebrakan dari model kegiatan dakwah yang telah mentradisi ini tentulah hil yang mustahal. (5)
Belumlah lagi sikap acuh para maha-siswa ini yang beranggapan tidak perlu bergabung dalam satu jamaah dakwah di dalam kampus. Mereka beralasan ini dan itu yang terkadang sekedar menjadi dalih. Maka dalam tiap seminar atau workshop saya biasanya menyindir mereka ini dengan kalimat khas kultur Jawa, “ALAS kuwi ombo tapi ALASAN luwih ombo maneh.”(6) Entah karena lupa atau memang tidak pernah membaca bahwa Al-Quran dan Sunah Muhammad SAW dengan jelas telah memberikan isyarat akan pentingnya ‘berjamaah’. Mari kita cek pada ayat dan hadist shahih berikut:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang yang beruntung.” (TQ.S Al-Imran: 104)
“Tidak halal bagi tiga orang yang berjalan di muka bumi kecuali mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.” (THR. Imam Ahmad)

      Dalil di atas menjadi argumentasi akan urgensi berorganisasi atau berjamaah hatta dalam kehidupan kampus sekalipun. Jika demikian bagaimana maha-siswa muslim berproses selama menjalani masa kuliah dan sukses pula dalam dakwah? Apakah bisa mumpuni secara akademik dan sukses di organisasi (dakwah)? Bagaimana caranya agar terjadi keseimbangan antara akademis dan organisasi (dakwah)? Saya kira pada poin-poin inilah topik dari panitia menemukan relevansinya dan kemungkinan yang dimaksud demikian adanya.

Agama Sebagai Standar Kesuksesan

       Menurut Al-Quran manusia pada dasarnya berada dalam kerugian. Ini kalimat negatif. Manusia benci sesuatu yang negatif. Bahkan maha-siswa dikampus pun menghindari hal-hal yang berbau negatif ini. Tapi mereka abai bahkan acuh tak acuh terhadap peringatan ini. Namun, menyalahkan atau minimal mengeluh seolah Tuhan tak adil dan tidak perhatian terhadap mereka. Perhatikan peringatan berikut ini:
“Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati dengan kesabaran.” (TQ.S Al-Asr: 1-3)
“Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang BERUNTUNG. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang MERUGI. Dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang CELAKA.” (THR. Hakim,Dhoif)

   Berdasarkan pada ayat dan hikmah pada hadist di atas, dalam Islam sesungguhnya mengenai bagaimana standar atau ukuran kesuksesan sudah jelas. Semuanya berkaitan erat dengan waktu. Dus, untuk mampu menjadi generasi muslim masa depan kuncinya ada pada manajemen waktu umat Islam sendiri. Tapi bagaimana sekarang realitas maha-siswa muslim jika dikaitkan dengan manajemen waktu atau etos kuliahnya. Bagaimana mereka mengatur jadwal keseharian mereka? Jika ada rapat ataupun acara pukul sekian setelah berapa lama dimulai? Bandingkan dengan generasi non-Islam dalam menyiapkan masa depan? Benarlah ucapan Rasyid Ridha, seorang, “alim ternama asal Mesir, yang menyatakan bahwa, “umat Islam terbelakang karena mereka menjauh dari agamanya dan umat lain maju karena justru berpaling dari ajaran agamanya.”
Islam mengajarkan konsep Long Life Education, sebuah paradigma dalam pendidikan yang baru ditemukan pada abad ke-20 dan dianggap oleh manusia modern bahkan umat Islam sendiri sebagai ‘terobosan’ atau dalam bahasa panitia acara ini ‘gebrakan’. Padahal 1,4 abad yang lalu seorang penyebar agama Tauhid telah mengisyaratkan untuk menuntut ilmu sejak dalam buaian ibu hingga kematian menjemput. Ini adalah konsep lama yang dianggap modern oleh manusia yang mengklaim dirinya berperadaban modern. Bahkan di sebuah kampus ternama di Surabaya telah disediakan ruangan dan dosen khusus curhat maha-siswa yang sedang ‘bermasalah’ dan ‘galau’. Padahal Allah SWT telah berfirman yang artinya:
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan (doa) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong diri dari beribadah (berdoa) kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mukmin/Ghaafir: 60)
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. ar-Ra’du: 28)

     Ini menandaskan pada kita semua bahwa kesuksesan di bidang apapun (akademis, organisasi, pergaulan dsb) sumbernya adalah Allah SWT dan telah diturunkan ke bumi melalui teks berupa Al-Quran dan ‘teks’ berupa sosok agung, Muhammad SAW. Bahkan bagi maha-siswa fakultas keperawatan saat merawat atau mendampingi pasien bisa menjadikan ayat tersebut sebagai rujukan berkreasi dalam menjalankan profesinya. Wah kalau begitu selesai sudah perkara? Jelasnya memang demikian. Lalu mengapa saya sudah belajar rajin, berorganisasi juga aktif malah merasa hidup berantakan? Prestasi akademis jeblok dan organisasi yang saya pimpin malah terbengkalai bahkan teman-teman seolah meninggalkan saya? Inipun sudah Allah SWT jawab dalam kumpulan titahNya bernama Al-Quran seperti sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum (seseorang) kecuali kaum (seseorang) itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka.” (TQS. Ar-Ra’du:11)
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Hadist Qudsi, THR.Muttafaqun ‘alaih)

      Maka saat ini, jalan terbaik agar kita bisa melakukan banyak gebrakan sehingga bisa menjadikan diri sebagai generasi maha-siswa muslim masa depan adalah buka kembali dua pedoman kita itu, baca dan pelajari, analisa isinya dan tulislah. Jadikan ia sebagai peta kita dalam menjalani kehidupan sebagai maha-siswa di kampus yang dikenal sebagai kawah candradimuka pencetak generasi masa depan berhati Qurani dan berprestasi Jerman-i. Tulislah semua dalam bentuk proposal hidup dan berikan pada Tuhan. Biarkan Dia “mencorat-coret” proposal hidup kita tersebut dan kita sendiri tinggal membaca ayat berikut sebagai keyakinan sekaligus pedomannya.
“Apabila Dia menghendaki sesuatu cukuplah berkata “Jadilah” maka terjadilah sesuatu itu.” (TQ.S Yasiin: 82)

ENDNOTES
1. Disampaikan dalam acara “Kajian Muslim Mahasiswa Baru 2014” Fakultas Keperawatan Unair di R. Florence Nightingale Lt. II FKp Unair Kampus C, MInggu 7 September 2014.
2. Penulis adalah seorang Islamic Inspirator dan Travel-Writer yang suka berbisnis. Serpihan tulisannya bisa ditemukan di www.bustomimenggugat.com atau Facebook: Bustomi Menggugat dan Twitter: @bushtommy serta untuk undangan bisa dialamatkan ke email: [email protected] (tim AKU BISA).
3. Menurut KBBI kata gebrakan ini berarti “tindakan yang berani (yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh orang lain” (KBBI versi android terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
4. As-Sunnah adalah segala perkataan, sikap dan perbuatan Nabi Muhammad SAW dan bisa diketahui dari periwayatan atau reportase atasnya yang kita kenal sebagai Hadist. Dus, beda antara Sunah dan Hadist.
5. Istilah yang dipopulerkan oleh pelawak Srimulat, Asmuni.
6. ALAS itu hutan memang luas tapi bisa dikalkulasi tapi ALASAN jelas berbeda. Tak terhingga.

By Bustomi Menggugat

Bustomi Menggugat adalah peneliti lepas dan analis politik. Keseharian beliau selain riset dengan berbagai lembaga, mengisi program TV dan radio juga kerap diundang mengisi topik kepemudaan dan mahasiswa. Bustomi Menggugat juga merupakan tim muda Kuliah Tjokroaminoto Untuk Kebangsaan dan Demokrasi Unair. Di luar aktivitas hariannya, beliau menyukai dunia travelling, tulis menulis dan blogging sehingga kerap diminta mengisi dengan topik terkait oleh berbagai lembaga dan komunitas. Untuk mengundang beliau bisa kontak berikut ini: Email: [email protected] Kontak: 0812-5266-3905 (Whatsapp Only)

Leave a Reply